Posted by DKT RISET PEMASARAN on Wednesday, February 4, 2015
Labuan International Business and Financial Centre (Labuan IBFC)
meluncurkan laporan riset baru yang menunjukkan bahwa usaha berbasis
keluarga di Indonesia menempati posisi terdepan di Asia Tenggara dalam
perencanaan dan persiapan alih kepemimpinan atau suksesi kepemimpinan
setelah pemimpin sebelum mereka pensiun atau mundur (29/1). Laporan
hasil riset ini diolah berdasarkan survei terhadap 250 usaha berbasis
keluarga di Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina.
“Bahwa memang Indonesia menempati posisi teratas dengan 78%. Hampir 8
dari 10 perusahaan keluarga sudah memiliki rencana suksesi. Dari
rencana suksesi tersebut telah diterima dan disetujui oleh dewan
direksi. Hanya 16% dari perusahaan Indonesia yang tidak memiliki rencana
suksesi usaha,” ungkap Kevin Plumberg, editor laporan dari hasil riset
tersebut. {
Baca : Strategi Pemasaran}
Laporan riset yang berjudul “Bulding Legacies: Family Business
Succession in Southeast Asia” by the Economist Intelligence Unit (EIU),
juga menghasilkan temuan bahwa 57% dari usaha keluarga di Indonesia
telah menyiapkan struktur pengelolaan kekayaan seperti yayasan dan 53%
menyiapkan perwalian untuk mengelola suksesi dan pengalihan kekayaan
antar generasi kepemimpinan usaha keluarga.
“Dua pertiga dari usaha keluarga sudah merencanakan usaha suksesi dan
untuk mempertahankan kendali atas sebuah usaha sangat penting. Hanya 2%
dari responden yang berkata bahwa mereka dapat memilih pemimpin dari
luar keluarga,” ungkapnya. {
Baca : FGD}
Indonesia unggul jauh saat dibandingkan dengan Singapura, yang
menempati urutan terendah dalam perencanaan suksesi secara formal. Hasil
riset menemukan bahwa hanya 58% dari usaha berbasis keluarga di
Singapura yang memiliki rencana suksesi formal, sementara 35% pimpinan
usaha di Singapura menyiapkan struktur yayasan untuk mengelola rencana
suksesi dan menjaga pelestarian kekayaan mereka.
“Yang agak mengejutkan adalah hasil riset ternyata menunjukkan
Singapura, yang merupakan pusat keuangan di Asia Tenggara, justru paling
tidak siap dalam menyiapkan dan menggunakan yayasan, perwalian, serta
penasihat eksternal dalam menangani suksesi usaha mereka,” jelas Kevin.{
Baca : CLT}
Ia juga mengatakan tentang kelemahan yang dimiliki oleh perusahaan
keluarga, yaitu mereka lamban beradaptasi dengan trend usaha dan lamban
dalam melakukan inovasi. “Studi ini menemukan persamaan dari kelemahan
perusahaan keluarga di negara berkembang dan negara maju, yaitu
sama-sama kekurangan generasi kepemimpinan,” tuturnya.{
Baca : Metode Penelitian}
Sebagai informasi, laporan ini didasarkan pada survei dan wawancara yang dilakukan pada bulan Juli – Agustus 2014. {
Baca : wawancara }
Sumber : Swa.co.id
Jika Anda Memerlukan Riset Pemasaran
WhatsApp
No: 0838 9312 8913